Desa Sungkung Tak Lagi Gelap Gulita, Warga berinovasi Bangun Pembangkit Listrik

image description
icon - Oleh Developer   

Desa Sungkung Tak Lagi Gelap Gulita, Warga berinovasi Bangun Pembangkit Listrik

Bertahun-tahun masyarakat Desa Sungkung hidup dalam keterisoliran, tapi bukan berarti mereka hidup dalam kegelapan. Masyarakat Sungkung berinisiatif membangun pembangkit listrik secara swadaya dengan memanfaatkan aliran sungai. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Sungkung adalah sebuah desa terpencil yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia, tepatnya di Kecamatan Siding, Kabupaten Bengkayang, Provinsi Kalimantan Barat. Desa ini berada di sekitar 400 km dari Ibu Kota Provinsi Kalimantan Barat, Pontianak.

Secara geografis, Desa Sungkung terbagi menjadi tiga desa, yakni Sungkung I, Sungkung II dan Sungkung III, atau biasa yang disebut dengan Sungkung Komplek.

Sungkung Komplek berada di dataran tinggi, tepatnya di kaki Gunung Sinjakng. Secara keseluruhan, desa ini dihuni lebih dari 5.000 jiwa, di mana sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani atau ladang berpindah.

Untuk bisa tiba ke desa ini, kita menempuh perjalanan sekitar 12 hingga 4 jam, karena keterbatasan akses dan tidak adanya transportasi umum.


Jalur yang kami gunakan adalah masuk melalui Desa Suruh Tembawang, Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau.

Matahari berada tepat di atas kepala saat kami tiba di Desa Suruh Tembawang. Di desa itu, kami harus menyewa ojek yang disediakan oleh warga setempat dengan biaya antara Rp.300.000 hingga Rp 500.000.

Beberapa menit meninggalkan tempat itu, kami harus dihadapkan dengan jalan menanjak dengan kemiringan 45 drajat. Parahnya, jalan itu beralur menyerupai parit.

Kondisi jalur ini tentu di luar perkiraan kami sebelumnya. Jalur menuju Sungkung memang rusak. Tapi nyatanya lebih dari yang kami bayangkan.

Untuk bisa melewati jalan itu, diperlukan skill atau keahlian berkendara dan tentunya juga dibarengi dengan nyali besar. Selain beralur, jalan itu juga banyak tanjakan dan turunan.

Menuju Desa Sungkung, kami harus melewati dua dusun, yakni Dusun Pool dan Dusun Senutul, dengan jalur yang tak kalah parahnya.

Hari semakin gelap. Langit yang sebelumnya cerah berwana biru tampak diselimuti awan tebal menghitam.

Jalan Senutul menuju Desa Sungkung jauh lebih berat dibandingkan kondisi jalan sebelumnya. Alur jalan yang dalam dan bertebing membuat kami kesulitan melewatinya.

Setiap kali melewati jalan itu, kami harus menaikan kaki. Menapaki dinding atau tebing jalan. Bisa dibayangkan, betapa repotnya.

Selain alur yang dalam, jalan itu terdapat tanjakan yang tinggi dan panjang. Orang-orang menyebutnya dengan tajakan Pluntan. Butuh bantuan orang lain untuk bisa melewati tanjakan itu.

Setelah hampir 6 jam kami berjuang melewati jalan itu, kami pun tiba di Dusun Batu Ampar, Desa Sungkung III. Hari sudah gelap saat kami tiba di sana.

Teraliri Listrik

Keterbatasan akses membuat masyarakat Desa Sungkung hidup dalam keterisoliran, namun bukan berarti mereka hidup dalam kegelapan.

Masyarakat Desa Sungkung, khususnya Sungkung III, tidak lagi khawatir saat malam menyapa, tanpa harus bergantung pada Perusahaan Listrik Negara (PLN). Desa Sungkung III telah memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) yang dibangun secara swadaya dan menggunakan dana desa.

Keesokan harinya, Pontianak Post, berkesempatan mengunjungi lokasi dibangunnya PLTMH di Dusun Batu Ampar, Desa Sungkung III, tersebut.

Tepatnya di Riam Alee yang lokasinya berada sekitar 3,5 kilometer dari pemukiman penduduk.

Jalan menuju ke lokasi tak kalah sulit dengan jalan yang sehari-hari mereka gunakan. Melewati perbukitan dan ladang milik warga.

Sesekali saya harus turun dari motor dan berjalan kaki, karena jalur yang kami lewati sedikit banyak berlumpur dan melewati jembatan bambu.

Setelah hampir kurang lebih 40 menit berjalan, kami tiba di lokasi PLTMH itu. Seorang operator, membuka kunci dan mempraktikan cara pengoperasian mesin penggerak turbin.

“Setiap hari, pagi dan sore, begini pekerjaan kami. Membuka turbin, agar listrik di kampung menyela,” katanya.

Setelah turbin dibuka, maka lampu indicator di box akan menyala, dan lampu di rumah warga juga menyala.

Menurut dia, PLTMH Dusun Batu Ampar dibangun sejak tahun 2020 dengan memanfaatkan bantuan dana desa, dengan menggunakan mesin kapasitas 380 volt.

Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) adalah pembangkit listrik berskala kecil yang memanfaatkan tenaga (aliran) air sebagai sumber penghasil energi. PLTMH dipilih karena konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan, serta mudah dalam perawatan dan penyediaan suku cadang.

PLTMH pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air saluran irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan listrik.

Sejak ada PLTMH, Dusun Batu Ampar tak lagi khawatir kegelapan jika malam menyapa.

“Di sini listrik menyala 12 jam, dari pukul 5 sore hingga pukul 5 pagi,” kata dia.

“Masyarakat dipungut biaya Rp5 ribu perbulan setiap satu bohlam lampu yang digunakan,” sambungnya.

Menurutnya, sebelum ada PLTMH, warga Dusun Batu Ampar menggunakan PLTS (pembangkit listrik tenaga surya) atau panel surya. Bahkan ada juga yang menggunakan mesin generator dan pelita.

Selain Dusun Batu Ampar di Desa Sungkung III, hampir semua Desa Sungkung telah dialiri listrik. Dusun medeng, Desa Sungkung II misalnya.

PLTMH di Dusun Medeng dibagun pada tahun 2010, menggunakan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM) dengan anggaran sekitar Rop 350 juta.

“Selebihnya swadaya masyarakat,” kata Agus, tokoh masyarakat Dusun Medeng, Desa Sungkung II.

PLTMH di Dusun Medeng memiliki kapasitas 40 kvh dan mampu menerangi 140 rumah.

“Sebelum ada PLTMH, masyarakat di sini mengunakan pelita minyak tanah dan beberapa rumah menggunakan mesin generator. Itupun hanya bisa hidup pada hari raya paskah dan natal,” jelasnya.

Dengan adanya pembangkit listrik tersebut, kini aktifitas rumah tangga menjadi lebih mudah. Warga tak perlu lagi mencari kayu di hutan setiap hari, untuk kebutuhan memasak. Mereka tinggal colok kabel yang terhubung ke rice cookeratau penanak nasi listrik.

Selain terang, warga pun kini sudah menikmati fasilitas jaringan internet. Berkat listrik yang mampu memasok kebutuhan energi pada tower telekomunikasi.meskipun masih lelet.

Tak hanya mengalir di rumah tangga, listrik juga mengalir di fasilitas umum, seperti sekolah, sarana kesehatan dan rumah ibadah.

Kepala Desa Sungkung II, Amir mengatakan, pembangunan PLTMH tersebut murni menggunakan tenaga kerja dari desa, atau atas dasar swadaya masyarakat.

“Itu berdasarkan kesepakatan kita bersama antara pemerintah desa dan masyarakat, agar pembangunan bisa dinikmati oleh masyarakat,” kata dia.

PLTMH tersebut di bangun di riam sungai Tanung, Sungkung II, yang berjarak 3 Km dari rumah penduduk.

“Kami bersyukur sekarang masyarakat Sungkung seluruhnya sudah menikmati listrik,” bebernya.

Ia juga mengingatkan masyarakat Sungkung II untuk menjaga turbin, dan juga melestarikan hutan yang ada. Di sekitar area PLTMH harus ditanami pohon, dan harus steril dari penebangan hutan di sepanjang sungai.**

Sumber : https://pontianakpost.jawapos.com/

 

Teknologi Desa